Kamis, 06 September 2012

PATOFISIOLOGI PENYAKIT

PATOFISIOLOGI RESPIRASI 2

PATOFISIOLOGI RESPIRASI 1 

PATOFISIOLOGI RESPIRASI 1

PATOFISIOLOGI ENDOKRIN 2

GLANDULA ADRENAL – SUPRARENAL
  • Letak: diujung/kutub superior renal
  • Bagian luar: Cortex adrenal
  • Bagian dalam: Medulla adrenal

HORMON GLANDULA ADRENAL
  • Cortex Adrenal:
  1. H. Glukokorticoid → kortisol - hidrokortison
  2. H. Mineralokorticoid → aldosteron
  3. H. Androgen → mirip testosteron

  • Medulla Adrenal
  1. H. Adrenalin
  2. H. Noradrenalin

EFEK METABOLIK KORTISOL
  • Metabolisme protein: efek katabolik menyebabkan hilangnya protein dari kulit, otot dan tulang, menyebabkan striae, atropi otot, osteoporosis
  • Metabolisme KH: merangsang glukoneogenesis dan melawan efek insulin yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia
  • Metabolisme Lemak: mobilisasi asam lemak dan mendistribusi ulang lemak ke wajah dan batang tubuh
  • Menghambat respon imun humoral, selular dan peradangan yang menurunkan pertahanan imun dan memperlambat proses penyembuhan
  • Merangsang aktivitas sekresi lambung (pepsin dan HCl), meningkatkan risiko ulkus peptikum
  • Fungsi otak berlebihan, yang berkaitan dengan kelabilan emosi

PEMERIKSAAN
  • Tumor atau hiperplasia kortek dan medulla kel. Adrenal sering tidak dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik → sebab letaknya tersembunyi
  • Kelainan kel. Adrenal yang memerlukan tindakan bedah sebagian besar disebabkan hipersekresi
  • Pemeriksaan khusus: pemeriksaan kadar hormon, CT Scan → menentukan letak tumor, dan pemeriksaan radioaktif dng → jodium 131

PENYEBAB HIPERKORTISISME
  1. Adenoma basofil hipofisis
  2. Hiperplasia kelenjar adrenal
  3. Adenoma atau karsinoma kel adrenal
  4. Penggunaan kortikosteroid yang lama

SINDROM CUSHING
  • Disebabkan sekresi kortisol atau kortikosteron yang berlebihan
  • Kelebihan stimulasi ACTH → hiperplasia korteks arenal
  • Adenoma korteks adrenal, hiperaktifitas hipofisis atau tumor laian yang mengeluarkan ACTH

GAMBARAN KLINIK SINDROM CUSHING
  1. Obesitas
  2. Gundukan lemak pada punggung
  3. Muka bulat (moon face)
  4. Striae
  5. Berkurangnya massa otot
  6. Kelemahan otot
  7. Hirsutisme (kelebihan bulu pada wanita)
  8. Amenorhoe/impotensi

DIAGNOSIS SINDROM CUSHING
  1. Pemeriksaan kadar hormon dalam darah
  2. Penentuan letak tumor dengan: CT Scan, sidik radioaktif, angiografi
  3. Komplikasi
  4. Gangguan ginjal atau strok → hipertensi
  5. Hiperglikemia, infeksi → DM
  6. Lumpuh → kelemahan otot

PENANGANAN SINDROM CUSHING
  • Mitotan (lisodren) → menghambat biosintesis steroid pada tumor ganas korteks suprarenal
  • Hipofisektomi → tumor hipofisis
  • Adrenalektomi → tumor adrenal
  • Ablasio hipofisis → dengan radiasi atau bedah mikro
  • Pasca bedah → terapi substitusi kortikosteroid seumur hidup

HIPERALDOSTERONISME (MORBUS CONN)
  • 85% → disebabkan adenoma
  • 15% → disebabkan hiperplasia nodular bilateral
  • Gejala:
  1. Hipertensi
  2. Poliuria
  3. Polidipsia
  4. Kelemahan otot
  5. Tetani

  • Laboratorium:
  1. Hipokalemia
  2. Alkalosis
  3. Kadar aldosteron tinggi di urine dan plasma
  4. Letak tumor:
  5. Roentgen → negatif jika tumor kecil
  6. CT Scan

ADDISON DISEASE (HIPOADRENALISME)
  • Akibat atropi primer kortek adrenal → korteks adrenal tidak lagi mensekresi aldosteron → cadangan garam tubuh menjadi sangat berkurang → akibat reabsorbsi Na menurun → Na, Cl dan air hilang kedalam urine
  • Penyebab: autoimune pada korteks adrenal, TB pada korteks adrenal, kanker koteks adrenal
  • Akibat banyak hilangnya CES → volume plasma berkurang, konsentrasi eritrosit meningkat, curah jantung turun → penderita mengalami syok →mati
  • Defisiensi Glukokortikoid → tidak mampu mempertahankan glukose darah normal antara makan → karena tidak dapat mensintesa glukose dalam jumlah bermakna dengan glukoneogenesis
  • Hipoglukokortikoid juga menyebabkan → mudah stres dan infeksi saluran nafas
  • Pengobatan:
  • Penyakit Addison yang tidak diobati akan mati dalam beberapa hari karena kelemahan otot dan syok
  • Bila diberikan mineralokortikoid dan glukokortikoid serta asupan garam yg tinggi dapat hidup ber tahun-tahun

VIRILISASI
  • Sekresi androgen yang berlebihan pada wanita menyebabkan virilisasi
  • Gejala: jerawat, suara memberat, pembesaran klitoris, kebotakan, oligomenorea, amenorea, hirsutisme: pertumbuhan rambut kasar yang berwarna gelap berlebihan dengan distribusi maskulin pada wajah, putting susu dan daerah pubis

PANKREAS
  • Letak: membentang secara transversal pd dinding abdomen posterior. Kepala pada curva duodenum ekor samapi limpa
  • Dibagi 2 bagian: Asinus dan Pulau Langerhans
  • Acinus → kel. Eksokrin → getah pankreas (enzim)
  • Pulau Langerhans → kel. Endokrin → ada 3 macam sel α, β, γ → hormon

HORMON PANKREAS
  1. Sel α → H.glukagon
  2. Sel β → H.Insulin
  3. Sel δ → H.Somatostatin (belum jelas)

DIABETES MELLITUS
  • Batasan → penyakit metabolik akibat menurunya hormon insulin, yang ditandai dengan hiperglikemia dan glukosuria
  • Penyakit DM → primer gangguan metabolisme KH, sekunder gangguan metabolisme lemak dan protein
  • DM tipe 1: → tergantung insulin
  • Kekurangan insulin endogen akibat destruksi autoimune pd sel beta pancreas
  • Idiopatik
  • DM tipe 2: → tidak tergantung insulin
  • Resistensi insulin perifer (reseptor)
  • Gangguan sekresi insulin
  • Produksi glukose hati yang berlebihan
  • Tidak ada bukti detruksi sel beta pancreas
  • Obesitas berhubungan dengan tipe ini

FUNGSI INSULIN
  • Glukose tidak dapat langsung diffusi ke sel
  • Glukose harus berikatan dulu dengan carrier: G + C → GC → GC dapat berdiffusi kedalam sel
  • Didalam sel GC → G + C
  • C keluar sel lagi untuk mengikat G yang lain → sampai semua G masuk sel
  • Proses ini dipercepat oleh H. Insulin
  • Jika H. Insulin kurang → proses masuknya G kedalam sel lambat → G menumpuk didalam darah → DM

KRITERIA DIAGNOSIS
  • Menurut WHO:
  1. Random ≥ 200 mg%
  2. Puasa ≥ 140 mg%
  3. 2 jam PP ≥ 200 mg% (75 gr glukose)
  • Darah → (normal)
  • SDP < 110 mg%
  • 2 jam PP , 140 mg%
  • Urine → (normal)
  • Reduksi negatif

GEJALA KLINIS
  • Mula-mula 3P (Poliuria = banyak kencing, Polidipsia = banyak minum dan Poliphagia = banyak makan)
  • BB naik → sel beta masih dalam keadaan kompensasi → hiperinsulinemia → lipogenesis → BB naik
  • Nafsu makan menurun → tinggal 2P (poliuria dan polidipsia) → BB turun (sindroma Diabetes akut) → mual → menuju Ketoasidosis Diabetik
  • Lemah, capai → komplikasi gangguan metabolisme KH
  • Kesemutan, rasa panas di tungkai, rasa tebal di telapak kaki, kram, nyeri otot, gangguan seksual → komplikasi saraf
  • Pandangan kabur, sering ganti kaca mata → komplikasi retina

KOMPLIKASI DM
  • Retinopati diabetik → akibat mikroangiopati → perdarahan → jaringat parut → kebutaan
  • Glumerulosklerotik diabetik → penyebab GGK stadium akhir (ESRD, End Stadium Renal Disease) → hipertropi ginjal, penebalan membran basal kapiler glomerulus, peningkatan GFR, mikroalbuminuria, hipertensi, nefropati denga proteinuria, penurunan cepat GFR → ESDR
  • Neuropati perifer → penyebab ulcerasi yang sulit dikontrol pada kaki penderita DM
  • Gangguan atau hilangnya sensasi nyeri menyebabkan hilangnya rasa nyeri akibat penekanan sepatu atau trauma
  • Bertambah parah jika disertai gengguan vaskularisasi
  • Penyakit makrovaskuler → mengacu pada aterosklerosis → PJK, Stroke, IMA


PATOFISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN

GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN

SISTEM KOMUNIKASI
  • Sistem saraf dan endokrin merupakan sistem komunikasi yang mengatur aktivitas metabolisme
  • Sistem saraf menyampaikan pesan melalui impuls listrik
  • Sistem endokrin menyampaikan pesan melalui impuls zat kimia yang disebut hormon

APA ITU HORMON
  • Hormon adalah derivat protein (glikoprotein, polipeptide atau asam amino) atau derivat kolesterol (steroid)
  • Hormon adalah suatu zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin dan diedarkan ke seluruh tubuh melalui darah
  • Macam hormon:
  1. Steroid dan tironin (larut lemak)
  2. Polipeptide dan katekolamin (larut air)

MACAM HORMON
  • Contoh Hormon steroid: kortisol, aldosteron, kolekalsiferol (Vit. D)
  • Contoh Hormon tironin: tiroksin (T4) dan trijodotironin (T3)
  • Contoh Hormon polipeptide: Hormon hipotalamus, hormon hipofisis, parathormon, kalsitonin, insulin dan glukagon
  • Contoh hormon katekolamin: epineprin dan norepineprin

CARA KERJA HORMON
  • Hormon steroid dan tironin (larut lemak) → berdifusi melalui membran sel → bergabung dengan reseptor dalam sitoplasma → mengirim mRNA untuk sintesa protein
  • Hormon polipeptide dan katekolamin (larut air) → bergabung dengan reseptor dalam membran sel → mengaktifkan adenil siklase untuk mengubah ATP → siklik AMP → respon fisiologi

FUNGSI SISTEM HORMON
  1. Respon thd stres dan cedera
  2. Pertumbuhan dan perkembangan
  3. Reproduksi
  4. Metabolisme energi
  5. Metabolisme cairan dan elektrolit
  6. Respon kekebalan tubuh

KARAKTERISTIK HORMON
  1. Disekresi dalam jumlah kecil
  2. Pelepasan pulsatif dalam irama sirkadian (pagi tinggi → siang rendah → sore tinggi → malam rendah)
  3. Bekerja sesuai respon fisiologi
  4. Sebagian besar dinonaktifkan dalam hati dan diekskresi dalam urine

PENYAKIT ENDOKRIN
  • Defisiensi Hormon: infeksi, infark, kematian jaringan, tumor, pengangkatan, autoimune, defisiensi makanan, herediter → terapi dengan penggantian
  • Kelebihan Hormon: kegagalan umpan balik negatif, produksi berlebih, iatrogenik → terapi dengan supresi hormon dengan obat atau pembedahan
  • Resistensi reseptor sel target: defek reseptor (DM tipe2), cedera atau destruksi autoantibodi, herediter, tidak ada sel target → terapi dengan meningkatkan interaksi hormon reseptor (contoh sulfoniluria untuk DM tipe2)

GLANDULA PITUITARIA
  • Terletak di sella Tursika
  • Terdiri adenohipofisis (anterior) dan neurohipofisis (posterior)
  • Kelainanya biasanya akibat tumor adenohipofisis → adenoma
  • Gejala dan tanda tumor hipofisis tergantung hormon yang diproduksi (hiperfungsi atau hipofungsi)

KLASIFIKASI ADENOHIPOFISIS

AKTIVITAS ENDOKRIN HORMON SINDROM KLINIK
  • Somatotropik GH Akromegali
  • Gigantisme
  • Kortikotropik ACTH Morbus Cushing
  • Prolaktin
  • (Prolaktinoma) PRL Amenorhoe
  • Galaktore
  • Impotensi
  • Tirotropik TSH Hipertiroidi
  • Gonadotropik FSH Jarang

KELAINAN HIPOFISIS
  • Hiperprolaktinemia → disebabkan adenoma mikro di hipofisis → mengakibatkan amenore, galaktore
  • Adenoma Hormonal aktif → menyebabkan sindrome Hiperpituitarisme → morbus Cushing (hiperadrenokortisme), akromegali dan amonore
  • Hipopituitarisme → defisiensi hormon hipofisis
  • GH, LH, FSH mudah tertekan → sindrom kekurangan hormon
  • TSH dan ACTH → bertahan lebih kuat
  • Hemianopia → buta separo lapangan pandang → akibat tumor di sella tursika menekan kiasma optikum

HIPERPITUTARIA
  • Kelebihan produksi hormon di lobus anterior glandula pituitaria → manifestasi pada tulang berbeda, tergantung kematangan pertumbuhan rangka dan jenis sel abnormal pada glandula pituitaria
  • Adenoma sel eosinofil pada masa pertumbuhan → Gigantisme (pada anak), jika pertumbuhan tulang telah berhenti → Akromegali (pada dewasa)
  • Adenoma sel basofil → Sindrom Cushing, pada semua umur

GIGANTISME
  • Dalam masa pertumbuhan anak
  • Kelebihan hormon yang dihasilkan oleh sel eosinofil → merangsang pertumbuhan tulang → tumbuh luar biasa → tinggi berlebihan
  • Keadaan ini seringkali disertai pertumbuhan kelamin yang terbelakang

AKROMEGALI
  • Terjadi pada masa dewasa
  • Kelebihan hormon → tidak dapat merangsang pertumbuhan panjang tulang lagi (epifisis tulang telah habis), tetapi merangsang pertumbuhan tulang melebar → akibat rangsangan proses penulangan intramembran oleh periosteum

Gambaran Klinik:
  1. Rahang membesar
  2. Hidung dan dahi menonjol
  3. Tulang tangan dan kaki membesar
  4. Jika terjadi pada vertebra dapat terjadi kifosis

HIPOPITUITARISME
  • Kelainan akibat kekurangan hormon pertumbuhan
  • Penyakitnya disebut: Dwarfisme (cebol)
  • Ciri: perkembangan badan seperti anak-anak, tidak pernah mengalami pubertas

SINDROMA CHUSING
  • Akibat kelebihan hormon yang dihasilkan oleh sel basofil adenohipofise
  • Gejala klinik:
  1. Osteoporosis
  2. Obesitas dengan “Moon Face”
  3. Pertumbuhan rambut berlebihan
  4. Hipertensi
  • Komplikasi: patologik fraktur akibat osteoporosis

DIABETES INSIPIDUS
  • Kerusakan nukleus supraoptikus ke kelenjar hipofisis posterior → sekresi ADH menurun → urine encer, volume meningkat (5 – 15 L/hari) → sering kencing (poliuria)
  • Volume tubuh normal → asal reflek haus normal

GLANDULA THYROIDEA
  • Letak Gl.Tiroid di Larynk menempel pada cartilago thyroidea
  • Terdiri 2 lobus dextra & sinistra dan isthmus

  • Hormon gl.Thiroid
  1. H. Tiroksin (T4)
  2. H. Tri-iodotironin (T3)
  3. H. Calsitonin

KELAINAN GLANDULA TIROIDEA
  • Gangguan fungsi → tirotoksikosis
  • Perubahan susunan kelenjar dan morfologi → penyakit tiroid noduler
  • Pembesaran tiroid → struma

PEMERIKSAAN GLANDULA THYROIDEA
  • Morfologi:
  1. Besar, bentuk, batasnya
  2. Konsistensi, hubungan dengan struktur sekitarnya
  3. USG → nodul tunggal atau multiple, foto Roentgen
  • Fungsi:
  1. Uji metabolisme
  2. Uji fungsi tiroid, kadar hormon
  3. Antibodi tiroid

Lokasi dan fungsi:
  • Sidik radioaktif/ tes yodium radioaktif → menggunakan Teknetium (Tc-99m) atau Yodium (I-131) → untuk menentukan apakah nodul bersifat hiperfungsi, hipofungsi atau normal, yang umumnya disebut: nodul panas, nodul dingin dan nodul normal
  • Diagnostik patologik:
  • Pungsi jarum halus untuk pemeriksaan sitologi
  • Biopsi insisi/eksisi untuk pemeriksaan histologi

PENYAKIT GRAVES
  • Disebut juga → Penyakit Basedow → penyakit Hipertiroidea
  • Hipertiroid → merangsang metabolisme → BB turun (kalori tidak mencukupi)
  • Metabolisme pd sistem cardivaskuler → peningkatan sirkulasi → curah jantung meningkat 2-3x → takikardi, palpitasi dan fibrilasi atrium
  • Metabolisme saluran cerna → diare
  • Hipermetabolisme saraf → tremor, bangun malam, mimpi buruk, ketidakstabilan emosi, kegelisahan, kekacauan pikiran, ketakutan yang tidak beralasan
  • Hipermetabolisme nafas → dispnea, takipnea
  • Kelainan mata akibat reaksi autoimun pd jaringan ikat didalam rongga mata → jaringan ikat hiperplastik → mendorong mata keluar → eksoftalmus
  • Eksoftalmus → rusaknya bola mata akibat keratitis
  • Gangguan faal otot bola mata → strabismus

PENYEBAB HIPERTIROIDISME
  1. Stroma toksik difus (penyakit Graves)
  2. Stroma nodus toksik
  3. Pengobatan berlebihan dengan tiroksin
  4. Tiroiditis
  5. Metastasis karsinoma tiroid

GEJALA HIPERTIROID
  • Metabolik:
  1. Tidak tahan terhadap suhu tinggi
  2. Nafsu makan meningkat
  3. Berat badan menurun
  4. Diare
  5. Menoragia

  • Kardivaskuler:
  1. Palpitasi
  2. Tekanan denyut besar/ pulses seler
  3. Takikardi juga sewaktu tidur atau istirahat
  4. Fibrilasi atrium

  • Neuropsikiatrik;
  1. Hiperkinesia
  2. Insomnia
  3. Kurang stabil emosi
  4. Tremor
  5. Kelemahan otot

  • Mata
  1. Eksoftalmus karena proptosis
  2. Retraksi kelopak mata
  3. Oftalmoplegi (kelumpuhan otot mata)
  4. Juling/ strabismus (otot mata terjepit)

  • Kulit
  1. Miksedema
  2. Udema pretibia

PENANGANAN GRAVES
  • Pengendalian tirotoksikosis → pemberian antitiroid: PTU (Profil Tio Urasil) atau Karbimasol
  • Ablasio dengan yodium radioaktif
  • Tiroidektomi subtotal bilateral

HIPOTIROIDISME
  • Berkurangnya produksi hormon tiroksin
  • Manifestasi Klinis tergantung: derajat kekurangan; mula terjadi; dan lama kelainan berlangsung
  • Bentuk berat → Kretinisme: bentuk tubuh sangat pendek disertai retardasi mental
  • Pada tulang panjang akan terjadi: disgenesia epifisis → fragmentasi pusat pertumbuhan tulang dan tulang rawan yang persisten
  • Kepala menjadi lebih besar dibanding ukuran tubuh
  • Tulang belakang → kifosis
  • Hipotiroid yang diobati dini → hasil akan baik

  • Penyebab:
  1. Penyakit Hipotalamus
  2. Kerusakan kelenjar Hipofisis
  3. Defisiensi Jodium
  4. Obat antitiroid
  5. Tiroiditis
  6. Struma Hasimoto → gangguan autoimune
  7. Hipotiroidisme ianogenik → hipotiroid setelah tiroidektomi atau terapi yodium radioaktif (ablasio radioaktif)

PATOFISIOLOGI IMUNOLOGI 2

PATOFISIOLOGI IMUNOLOGI 2

REAKSI MERUGIKAN OBAT
  • >10% Pasien yang minum obat, mengalami efek merugikan yang tidak terduga dari pengobatannya
  • Hal ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendasar dan menyebabkan pemborosan bahan material yang serius dan merugikan manusia
  • Respon merugikan berkaitan dengan obat → mencerminkan toksisitas yang disebabkan oleh dosis pemakaian atau kecepatan pemberianya
  • Reaksi idiosinkratik pada beberapa individu merupakan respon “personal” yang tidak dapat diperkirakan → mencerminkan pola unik metabolisme obat
  • Reaksi-reaksi yang menyerupai peristiwa imunologis dijumpai pada obat-obat (morfin, tiamin, polimiksin, tubokurarin) yang menyebabkan pelepasan histamin langsung dari sel mast dan basofil manusia → menyebabkan biduran dan urtikaria ditempat suntikan
  • Contoh reaksi hipersensitivitas tipe 1 → adalah alergi penicillin.
  • Reaksi yang merugikan terhadap pinisillin merupakan contoh hapten yang berikatan dengan protein tubuh
  • Agen yang mensensitisasi dapat menyebabkan: anafilaktik, urtikaria, reaksi IH, serum sikness dan dermatitis kontak
  • Respon IgE terhadap antigen yang disuntikan (mis:penisilin) mungkin terjadi pada sebagian individu, risiko reaksi urtikaria dan sistemik cepat, tidak terbatas pada populasi atopik
  • Uji kulit (skin test) menggunakan produk penisiloil polilisin (PPL) sekarang digunakan secara luas untuk menilai adanya hipersensitivitas terhadap penisilin
  • Hati → tempat metabolisme obat yang utama dan menunjang reaksi merugikan yang paling berat pada terapi
  • Jumlah terbanyak dari reaksi obat yang merugikan pada kulit terdiri dari makula (bintik merah datar) atau papula (bintik merah meninggi) yang terasa gatal dan cenderung bersatu menjadi suatu erupsi morbiliformis (mirip rubela)
  • Pengawasan ketat adanya tanda-tanda dini reaksi obat yang merugikan → memudahkan penghentian obat pencetus → membatasi morbiditas
  • Tindakan terbaik adalah menemukan adanya riwayat penyakit alergi sebelumnya yang memberi petunjuk adanya risiko tinggi

DEFISIENSI IMUN
  • Defisit kekebalan humoral (antibodi) mengganggu pertahanan melawan bakteri virulen, banyak bakteri seperti ini yang berkapsul dan merangsang pembentukan nanah
  • Host yang mengalami gangguan fungsi antibodi mudah menderita infeksi berulang di gusi, telinga bagian tengah, selaput otak, sinus paranasal dan struktur bronkopulmonal
  • Pemeriksaan imunoglobulin serum dengan alat nefelometri, sekarang telah banyak digunakan untuk mengukur kadar IgG, IgA, IgM dan IgD pada serum manusia
  • Imunodefisiensi humoral mencolok pada beberapa penyakit keganasan: mieloma multiple, leukemia limfositik kronik, dan perlu mendapat perhatian bila sel tumor menginfiltrasi struktur limforetikuler
  • Fungsi sel T yang tidak sempurna, pada banyak penyakit, juga sebagai “defek primer” atau disebabkan oleh beberapa gangguan seperti: AIDS, sarkoidosis, penyakit Hodgkins, neoplasma non-Hodgkins dan uremia
  • Fungsi sel T yang gagal → terjadi bila timus gagal berkembang (sindrom DiGeorge) → diperbaiki dengan transplantasi jaringan timus fetus
  • Perhatian yang serius terhadap setiap orang yang menderita defisiensi sel T yang jelas adalah pd ketidakmampuanya untuk membersihkan sel-sel asing termasuk leukosit viabel dari darah lengkap yang ditransfusikan

AIDS
  • AIDS (acquired immunodeficiency syndrome): adalah penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi berat yang menyebabkan infeksi oportunistik, neoplasma skunder dan kelainan neurologik
  • AIDS disebabkan retrovirus RNA HIV-1, juga HIV-2 di Afrika Barat
  • Target utama HIV-1 adalah reseptor CD4+ yang terdapat di membran sel T helper, makrofag, sel dendritik (saraf) dan limfoid
  • Virus HIV masuk ke sel T helper melalui perlekatan gp 120 (epitop virus HIV) ke reseptor sel CD4+ → mengambil alih metabolisme sel T, untuk mensintese virus baru
  • Penularan HIV: melalui seks (homoseks atau heteroseks), transfusi darah, penyalah gunaan obat terlarang IV, plasenta
  • Uji penapisan standart adalah ELISA (enzyme-linked immuno sorbent assay) dan uji konfirmasi yang tersering adalah Western blot
  • Tanda utama infeksi HIV adalah deplesi progresif sel-sel T CD4+, termasuk sel T helper dan makrofag
  • Pada sistem imun yang masih utuh, jumlah normal sel T CD4+ berkisar dari 600 sampai 1200/mm3
  • Pada infeksi HIV, respon imun seluler maupun humoral ikut terlibat

FASE KLINIS HIV/AIDS
  1. Fase infeksi akut primer (serokonversi)
  2. Fase asimptomatik
  3. Fase simptomatik dini
  4. Fase simptomatik lanjut
  • Setelah fase awal infeksi HIV, individu mungkin tetap seronegatif selama beberapa bulan (masa jendela/ window period) saat ia mungkin menularkan virus kepada orang lain
  • Infeksi akut terjadi pada tahap serokonversi dari status antibodi negatif menjadi positif
  • Pada tahap post serokonversi: banyak pasien mengalami penyakit mirip-influenza, ruam atau limfadenopati yang berkaitan dengan penurunan limfosit T CD4+
  • Fase asimptomatik infeksi HIV → merupakan suatu periode laten klinis (tahunan) dengan sistem imun relatif utuh, namun replikasi virus HIV terus berlangsung terutama di jaringan limfoid
  • Fase simptomatik dini: ditandai dengan limfadenopati generalisata persisten (PGL) dengan gejala: demam menetap, keringat malam, diare, penurunan BB → fase awal penyakit AIDS
  • Fase simptomatik lanjut: imunodefisiensi bertambah parah disertai penyulit infeksi oportunistik, infeksi HIV ke SSP dan timbulnya neoplastik
  • Pasien HIV dengan hitung sel T CD4+ < 200/mm3, baik asimptomatik atau simptomatik diklasifikasikan sebagai pengidap AIDS
  • Pasien AIDS rentan infeksi protozoa, bakteri, jamur dan virus karena menurunya surveilans dan fungsi sistem imun
  • Pneumonia Pneumocystic carinii (PPC) adalah infeksi oportunitik serius yang paling sering didiagnosis pada pasien dengan AIDS, yaitu fase akhir infeksi HIV
  • Timbulnya keganasan merupakan gambaran yang sering dijumpai pada pasien AIDS, termasuk sarkoma kaposi (SK), limfoma tipe sel B derajat tinggi, dan karsinoma serviks invasif
  • Sarkoma Kaposi; merupakan tumor berwarna ungu di semua organ, tetapi paling khas di kulit
  • Infeksi SSP oleh HIV menimbulkan ensefalitis yang menyebabkan sindrom demensia (complex dementia AIDS), neuropati perifer, dan mielopati pada sebagian besar pasien dalam fase lanjut penyakit.
  • Waktu median dari serokonversi sampai kematian akibat AIDS adalah sekitar 11 tahun
  • Bayi yang lahir dari ibu positif HIV → memperlihatkan antibodi positif hingga umur 10 – 18 bulan, karena itu status HIV anak tidak dipakai uji ELISA atau Western blot, tetapi menggunakan: uji antigen p24 atau RNA HIV
  • Antibodi HIV bayi mengindikasikan ibu bayi tersebut positif HIV
  • Angka penularan HIV dari ibu ke bayi dpt dikurangi dengan obat antiretrovirus (zidovudin oral) selama kehamilan, zidovudin IV sewaktu persalinan termasuk SC, dan sirup zidovudin untuk bayi dan pemberian susu formula pada bayi, bukan ASI
  • Anak dengan AIDS perkembangan penyakitnya lebih cepat dan parah dibanding dewasa

REFERENSI
  • Price, Wilson (2005), Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC, edisi 6

PATOFISIOLOGI IMUNOLOGI 1

PATOFISIOLOGI IMUNOLOGI 1

IMUNOLOGI
  • Imunologi: ilmu tentang sistem kekebalan tubuh
Fungsi sitem imun (3):
  1. Pertahanan (destruksi zat asing seperti virus atau bakteri, untuk mencegah infeksi dari patogen)
  2. Homeostasis (membersihkan sel yang rusak, mencegah sisa sel berkembang jadi ancaman)
  3. Surveilans (mengenali dan menghancurkan sel yang bermutasi misal Kanker)
  • Antigen atau imunogen: molekul atau sel yang mampu merangsang respon imune
  • Antibodi (imunoglobulin): glikoprotein plasma yang dihasilkan limfosit B (sel plasma) yang bereaksi melawan antigen
  • Sistem limfoid → mempertahankan tubuh dari agen penginvasi, melalui imunitas seluler dan humoral
  • Organ limfoid primer: sumsum tulang tempat perkembangan sel T, dan timus tempat perkembangan sel B
  • Organ limfoid skunder: kelenjar getah bening, tonsil, limpa, jaringan terkait mukosa di kulit, saluran nafas, cerna, urine
  • Respon imun seluler bersifat langsung dilaksanakan oleh limfosit T
  • Respon imun humoral bersifat tidak langsung, dilaksanakan oleh imunoglobulin spesifik (antibodi) yang dihasilkan sel plasma (sel B)
  • Peran sel T: pengendali dan pelaksana
  • Pengendali dilaksanakan oleh sel T helper (CD4) → mengendalikan produksi imunoglobulin
  • Pelaksana dilaksanakan oleh Sel T sitotoksik (CD8) → memusnahkan virus, tumor, jaringan transplantasi

Imunoglobulin: IgG, IgA, IgM, IgE dan IgD
  1. IgG → paling banyak, dpt menembus plasenta
  2. IgM → paling besar, bertanggung jawab dalam respon imun primer
  3. IgA → ada di air mata, kolostrum, air liur
  4. IgE → paling sedikit, terlibat hipersensitif tipe 1
  5. IgD → berfungsi sebagai reseptor imunogen
  • Komplemen: sekelompok protein (terdiri >9) yang dalam keadaan normal beredar dalam darah dalam bentuk inaktif, bentuk aktifnya berperan menimbulkan respon peradangan
  • Imunitas didapat alami: aktif → setelah sakit atau terpapar antigen. Pasif → didapat dari ibu lewat plasenta, kolostrom
  • Imunitas didapat artifisial: aktif → vaksinasi. Pasif → serum (antibodi)

Penyakit imunologik:
  1. Penyakit imunodefisiensi: AIDS
  2. Penyakit hipersensitivitas: alergi
  3. Penyakit autoimune: Lupus eritematus sitemik

Penyakit hipersensitif (4)
  1. Reaksi tipe 1: anafilaktik (IgE)
  2. Reaksi tipe 2: sitotoksik (Ig M dan IgG)
  3. Reaksi tipe 3: komplek imun (Ig M,IgG)
  4. Reaksi tipe 4: sel T

GANGGUAN IMUNOLOGI
  • Contoh hipersensitivitas tipe 1 (IgE), adalah: rinitis alergika, asma alergi (ekstrinsik), dermatitis atopik
  • Hipersensitivitas tipe 1 ditandai dengan produksi IgE yang meningkat akibat terpapar dengan antigen merupakan ciri khas atopi
  • Rinitis alergi merupakan kondisi atopik yang paling sering ditemukan
  • Obat antihistamin (CTM) yang paling sering digunakan. Pengobatan utama seharusnya adalah menghindari alergen
  • Asma adalah keadaan klinis yang ditandai dengan episode berulang penyempitan bronkus yang reversibel, diantara episode adalah nafas normal
  • Dermatitis atopik adalah suatu gangguan kulit kronik, yang sering ditemukan pada penderita rinitis alergika dan asma serta diantara anggota keluarga mereka
  • Dermatitis atopik seringkali timbul akibat garukan pada bayi usia 1 tahun (eksema infantilis) dengan kulit yang merah, gatal, meninggi dan mengelupas
  • Eksema infantilis → umumnya hilang setelah 5 tahun
  • Peyebab ketidak nyamanan dermatitis atopik adalah gatal yang membandel disertai retakan kulit yang nyeri
  • Pengobatan dermatitis bersifat simptomatis: antipruritus dephenhidramin, kortikosteroid, antiinflamasi non steroid
  • Biduran (urtikaria): lesi kulit yang mencerminkan adanya proses imunologis yang melibatkan IgE
  • Sebagaian besar urtikaria cepat sembuh dan swasirna, pada anak sering disebabkan oleh virus
  • Urtikaria sering disebabkan oleh udara dingin
  • Pruritus pada urticaria tambah parah jika mandi air panas, stress, gerak, lingkungan fisik yang tidak mendukung
  • Sebagaian besar respons antibodi memerlukan antigen yang pertama kali diproses untuk menghasilkan antibodi (imunoglobulin)
  • Gangguan autoimun yang bergantung antibodi manusia → terutama mempengaruhi elemen darah (trombosit dan eritrosit)
  • Semakin banyak bukti bahwa ITP (idiopatik trombositopenik purpura) → berhubungan dengan IgG dalam darah reaktif dengan trombosit penjamu (Host)
  • Transfusi hemolitik → reaksi yang merupakan suatu bentuk proses imunohemolitik (IH) yang khusus
  • Biasanya terjadi bila seseorang resipien telah disensitisasi terhadap antigen eritrosit manusia “asing” melalui kehamilan atau riwayat transfusi yang menerima darah yang mengandung antigen ini
  • Reaksi hemolitik terhadap darah yang ditransfusikan menimbulkan fenomena IH yang sangat berbahaya dan dramatis yang dijumpai secara klinis
  • Dengan mempertimbangkan akibat yang mengerikan ini, maka harus dipertimbangkan setiap tindakan yang layak dilakukan untuk mencegah atau mengurangi timbulnya reaksi transfusi hemolitik
  • Uji Coombs → memberikan informasi dasar mengenai deskripsi gangguan IH
  • Reaksi positif (menggumpal) → menunjukan terdapat sel-sel darah dengan jumlah bermakna yang terikat molekul imunoreaktif
  • Sindrom Goodpasture: suatu gangguan yang menunjukan autoimun manusia yang diperantarai antibodi sehingga menyebabkan kerusakan organ dalam (paru dan ginjal)
  • Serum sickness → penyakit yang diinduksi oleh kompleks imun (antigen antibodi) prototipik dan memerlukan pemajanan bahan antigenik (serum, obat) yang akan tetap berada dalam sirkulasi hingga terjadi respons antibodi spesifik
  • Penimbunan kompleks yang terbentuk didalam jaringan memicu terjadinya inflamasi
  • Pada mulanya ditimbulkan setelah pemberian serum kuda untuk mencegah difteri dan tetanus
  • Hipersensitivitas tipe lambat (DTH): yang diperantarai oleh limfosit yang tersensitisasi secara spesifik, memberikan pertahanan major terhadap virus, fungi dan bakteri yang menyesuaikan terhadap pertumbuhan intrasel dan juga menghalangi pertumbuhan sel ganas
  • DTH → juga mengalami respon yang kurang pada setiap fungsi protektif yang berlangsung;
  • Contoh DTH yang paling lazim adalah dermatitis kontak eksema alergika (AECD)

REFERENSI
  • Price, Wilson (2005), Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC, edisi 6







PATOFISIOLOGI GAGAL GINJAL

PATOFISIOLOGI GAGAL GINJAL

MACAM GAGAL GINJAL
Gagal Ginjal Akut (GGA):
  • Sering berkaitan dengan penyakit kritis
  • Berjalan cepat dalam hitungan hari – minggu
  • Biasanya reversibel bila penderita dapat bertahan dengan penyakit kritisnya
Gagal Ginjal Kronik (GGK):
  • Dimulai dengan kerusakan yang progresif pada nefron dalam waktu lama dan ireversibel

GAGAL GINJAL AKUT (GGA)

GGA = ARF (Acute Renal Failure) dengan gejala:
  • Penurunan GFR yang cepat (dalam beberapa hari),
  • Azotemia dan
  • Gangguan homeostasis elektrolit, cairan dan asam basa
Penyebab GGA:
  1. Prarenal
  2. Intrinsik
  3. Pascarenal

GGA PRARENAL (PENURUNAN PERFUSI GINJAL)
  • Deplesi CES absolut (perdarahan, diuresis berat, diare berat, luka bakar)
  • Penurunan volume sirkulasi yang efektif
  • Penurunan curah jantung (infark, aritmia, decom)
  • Vasodilatasi perifer (sepsis, anafilaksis, anestesi)
  • Hipoalbumin (sirosis, sindrom nefrotik)
  • Perubahan hemodinamik ginjal primer (aspirin, kaptopril, alfa adrenergik)
  • Obstruksi vaskuler ginjal bilateral (stenosis, trombosis, emboli)

GGA PASCA RENAL (OBSTRUKSI SALURAN KEMIH)
  • Obstruksi uretra
  • Obstruksi saluran kemih (hipertropi prostat, karsinoma)
  • Obstruksi ureter (batu)
  • Kandung kemih neurogenik

GGA INTRINSIK
  • Nekrosis Tubular Akut (ATN)
  • Pasca iskemik: syok, sepsis, bedah jantung terbuka
  • Nefrotoksik endogen: hemoglobin, mioglobin, multiple mieloma, asam urat
  • Nefrotoksik eksogen: antibiotik (aminoglikoside, amfoterisin B), logam berat (merkuri, arsen), pelarut (metanol, etilen glikol, karbon tetraklorida)
  • Penyakit vaskular/glomerular: infeksi, alergi, maligna

GEJALA KLINIS GAGAL GINJAL
  1. Stadium oligurik
  2. Stadium diuretik
  3. Stadium penyembuhan

STADIUM OLIGURIK GGA
  • Lamanya 7 – 10 hari
  • Oliguria terus menerus (akibat syok, penurunan vol plasma)
  • Hipervolemia
  • Hiperkalemia
  • Asidosis metabolik ( [HCO3-]↓ )
  • Sindrom uremik

STADIUM DIURETIK GGA
  • Selama 2 – 3 minggu
  • Diuresis, tetapi fungsi tubular tetap terganggu
  • Efek → hipokalemia, hiponatremia, dehidrasi

STADIUM PENYEMBUHAN GGA
  • Dapat terjadi selama 1 tahun
  • Kadar BUN dan kreatine kembali normal

SINDROMA UREMIA
  • Sindrom uremia adalah kumpulan tanda dan gejala pada insufisiensi ginjal progresif dan GFR menurun hingga < 10 ml/menit (<10% dari normal) dan puncaknya pada ESRD (end stage renal disease)
  • Pada titik ini nefron yang masih utuh, tetapi tidak mampu lagi mengkompensasi dan mempertahankan fungsi ginjal normal

MANIFESTASI KLINIS SINDROM UREMIA
  • Pengaturan fungsi regulasi dan ekskresi yang kacau: ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit, asam basa, retensi nitrogen, metabolisme lain, gangguan hormonal
  • Abnormalitas sistem tubuh multiple

AZETOMIA
  • Azetomia: adanya zat nitrogen dalam darah, diindikasikan dengan tingginya kadar kreatini serum dan BUN diatas nilai normal
  • Merupakan tanda awal ESRD atau sindrome uremia

EFEK SINDROMA UREMIA
  • Asidosis metabolik: ginjal tidak mampu mengsekresi asam (H+)
  • Hiperkalemia: kegagalan mengsekresi K, dan kegagalan pertukaran cairan CIS ke CES akibat asidosis
  • Gangguan ekskresi Na → hipertensi
  • Hiperuresimia → artritis gout
  • Anemia → akibat penurunan eritropoitin
  • Gangguan perdarahan → akibat gangguan agregasi trombosit
  • Perikarditis uremia → akibat toksin uremia
  • Pneumonitis uremik → akibat peningkatan permeabilitas membran kapiler alveolar
  • Kulit: seperti lilin, akibat uremia dan anemia, pruritus akibat deposit Ca
  • Saluran cerna: mual, muntah, anoreksia, penurunan BB

GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)
  • Stadium 1: menurunya cadangan ginjal, asimtomatik, GFR menurun hingga 25%N
  • Stadium 2: insufisiensi ginjal: poliuria dan nokturia, GFR 10% - 25% N, kadar kreatin dan BUN meningkat diatas N
  • Stadium 3: ESRD atau sindrom uremik, GFR <5 – 10ml/mnt, kadar kreatinin dan BUN meningkat tajam, terjadi kelainan biokimia dan gejala kompleks

PENYEBAB UTAMA ESRD (END STAGE RENAL DISEASES)
  • Diabetes
  • Hipertensi
  • Glomerulonefritis (GN)
  • Penyakit Ginjal Polikistik (PKD)

PENATALAKSANAAN GGK

Konservatif:
  • Penentuan dan pengobatan penyebab
  • Pengoptimalan dan maintanance keseimbangan garam dan air
  • Koreksi obstruksi saluran kemih
  • Deteksi awal dan pengobatan infeksi
  • Pengendalian hipertensi
  • Diet rendah protein, tinggi kalori
  • Deteksi dan pengobatan komplikasi

Terapi penggantian Ginjal
  • Hemodialisis (membran semipermiabel ada pada mesin)
  • Dialisis peritoneal (membran semipermiabel menggunakan peritoneum)
  • Transplantasi ginjal

PH URINE
  • Urine asam → asidosis metabolik, respiratorik dan pireksia (demam) serta diet banyak protein hewani
  • Urine basa → infeksi saluran kemih (pengurai urea), diet banyak sayur
  • Batu dalam urine asam: kalsium oksalat, asam urat, sistin
  • Batu dalam urine basa: kalsium fosfat, Mg-Amonium fosfat (batu triple fosfat/ struvit)


REFERENSI
  • Price, Wilson (2005), Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC, edisi 6

PATOFISIOLOGI GINJAL

Alexandrio Galung Amd.Kep

PATOFISIOLOGI GINJAL

FUNGSI GINJAL
  • Organ vital yang mempertahankan kestabilan lingkungan interna tubuh (ECF)
  • Ginjal mengatur keseimbangan: cairan tubuh, elektrolit, asam basa dengan cara filtrasi darah
  • Reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit
  • Mengekresikan kelebihan air, elektrolit, asam basa sebagai urine

  • Ginjal juga berfungsi mengekskresi sisa metabolisme (urea, kreatinine dan asam urat), metabolit (hormon) dan zat kimia asing (obat)
Ginjal mensekresi (fungsi endokrin):
  1. Renin (penting untuk pengaturan tekanan darah)
  2. 1,25 dihidroksi vit D3 (penting untuk mengatur kalsium)
  3. Eritropoietin (penting untuk sintesis eritrosit)

MEKANISME RENIN – ANGIOTENSIN – ALDOSTERON
  • Mekanisme yang bertanggung jawab dalam mempertahankan tekanan darah dan perfusi jaringan dengan mengatur homeostasis ion Na
  • Hipotensi dan hipovolemia → hipoperfusi ginjal → tekanan perfusi ↓ dalam arteriole aferen dan ↓ hantaran NaCl ke makula densa → keduanya menyebabkan sekresi renin dari sel JG (Juksta Glomerulus atau sel Granular) pada dinding arteriole aferen

  • Renin di sirkulasi menyebabkan pecahnya Angiotensinogen substrat (dihasilkan hati) →Angiotensin 1
  • Angiotensin 1 → diubah menjadi Angiotensin 2 oleh ACE (Angiotensin Converted Enzim) yang dihasilkan Paru dan Ginjal
  • Angiotensin 2 → punya 2 efek:
  1. Vasokontriksi arteriole dan
  2. Pe↑ reabsorbsi air dan ion Na → tekanan darah naik

BAGAN MEKANISME RENIN ANGIOTENSIN ALDOSTERON



MEKANISME ADH
  • Mekanisme ADH berperan penting dalam regulasi metabolisme air dan mempertahankan osmolalitas darah normal → dengan merangsang rasa haus dan mengatur ekskresi air melalui ginjal dan osmolalitas urine
  • Volume ECF↓ dan pe↑ osmoraritas ECF → merangsang sekresi ADH (hipofisis posterior)

  • ADH → aliran darah ke medulla ginjal↓ → hipertonisitas interstitial medulla↑ → kemampuan memekatkan urine↑ → urine↓
  • ADH → permeabilitas duktus koligen thd air ↑ → konsentrasi urine ↑ → urine↓

RENAL BLOOD FLOW
  • RBF atau aliran darah ginjal adalah 1000 – 1200 ml/menit atau 20 – 25% dari curah jantung
  • RPF atau aliran plasma ginjal sekitar 660 ml/menit
  • GFR (Glomerulus Filtration Rate) → indek fungsi ginjal = 125 ml/menit pada pria dan 115 ml/menit (wanita)
  • GFR akan menurun 1ml/menit/tahun setelah umur 30 tahun

PROSEDUR DIAGNOSTIK PENYAKIT GINJAL

Metode Biokimia:
  • Pemeriksaan Kimia Urine
  • Laju Filtrasi glomerulus
  • Tes Fungsi Tubulus

Metode Morfologik:
  • Pemeriksaan Mikroskopik Urine
  • Pemeriksaan Bakteriologik Urine
  • Pemeriksaan radiologi
  • Biopsi Ginjal

PROTEINURIA
  • Ekskresi protein normal dalam urine kurang dari 150 mg/hari → jika lebih Patologis
Penyebab Proteinuria:
  • Fungsional
  • Aliran keluar (prarenal)
  • Glomerulus
  • Tubulus

  • Proteinuria fungsional (sementara) → terdapat pada kasus ginjal normal, akibat ekskresi protein berlebihan pd kasus: demam, latihan berat, akibat posisi berdiri (proteinuria ortostatik)
  • Proteinuria prarenal: akibat ekskresi protein BM rendah (produksi protein berlebih) → pada kasus Multiple Mieloma → dimana jumlah protein yg difiltrasi melebihi kemampuan reabsorbsi tubulus

  • Proteinuria menetap → terdapat pada penyakit sistemik dan ginjal
  • Proteinuria glomelural adalah peningkatan permeabilitas glomelural akibat hilangnya jumlah atau ukuran sawar glomerulus (lapisan glomerulus: endotel, membran basal dan epitel) → yang dapat lolos protein dgn BM rendah

  • Penyakit tubulointerstisial dapat mengganggu absorpsi protein tubular yang mengakibatkan proteinuria (pielonefritis kronik, asidosis tubulus ginjal, sindrom Fanconi, Nekrosis Tubulus Akut (ATN))
  • Sindrom neprotik → hilangnya protein sebanyak 3,5 g/hr atau lebih dalam urine

HEMATURIA
  • Hematuria → adanya darah dalam urine
  • Hematuria sering merupakan tanda adanya penyakit ginjal (glumerulonefritis) atau penyakit saluran kemih bagian bawah (infeksi, batu, trauma dan neoplasma)

BATU GINJAL
  • Jenis batu ginjal tersering: kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran
  • Yang merangsang pembentukan batu: statis urine, infeksi atau pemakaian kateter menetap
  • Batu asam urat terbentuk dalam urine asam dan uropati obstruktif akibat kristalisasi asam urat
  • Pencegahan pembentukan batu: minum air yang banyak

BERAT JENIS URINE
  • Pengukuran berat jenis urine → dipergunakan untuk memperkirakan osmolalitas urine
  • BJ 1,010 → berhub dengan osmolilitas darah normal
  • BJ urine min yang diencerkan: 1,001
  • BJ urine max yg pekat: 1,040
  • Pada gagal ginjal progresif → pertama, ginjal kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine → lalu kehilangan kemampuan mengencerkan urine → BJ urine bertahan 1,010 pd saat gagal ginjal stadium akhir

GFR
  • GFR → indeks fungsi ginjal yang terpenting dan diukur secara klinis dengan uji bersihan creatinin
  • Kadar kreatinin serum (normal: 0,7 – 1,5 mg/dl) dan BUN (normal: 10 – 20 mg/dl) berbanding terbalik dengan GFR dan dapat digunakan untuk penilaian krisis gagal dan insufisiensi ginjal
  • BUN (Blood Urea Nitrogen) kurang akurat dibanding kreatinin → karena asupan protein dalam diet dan keadaan katabolisme dapat mempengaruhi BUN

TEST FUNGSI TUBULUS
  • Fungsi tubulus adalah: reabsorbsi selektif dari cairan tubulus dan sekresi kedalam lumen tubulus
Test fungsi tubulus proksimal:
  • Tes ekskresi fenolsulfonftalein
  • Para Amino Hipurat (PAH)
Tes fungsi tubulus distal:
  • Tes pemekatan, pengenceran, pengasaman dan konservasi Na

SEDIMEN URINE
  • Unsur abnormal urine: eritrosit, leukosit, bakteri, silinder (protein yang terbentuk dalam tubulus dan duktus koligen)
  • Silinder diberi nama berdasarkan elemen seluler yg melekat (eritrosit, leukosit, bakteri, sel tubulus)
  • Silinder punya nilai diagnostik yg tinggi karena berasal dari ginjal
  • Silinder granular yg lebar → gagal ginjal
  • Bakteriuria → >105 CFU/ml (Coloni Form Unit)

USG
  • USG → memberikan info tentang ukuran dan anatomi ginjal, termasuk kista dan dilatasi kalix
  • USG Doppler → menilai aliran dalam arteri dan vena ginjal
  • CT scan dan MRI (Magnetic Resonance Image) → menggambarkan sistem ginjal

RADIOGRAFI
  • Radiografi polos → ukuran ginjal dan batu radioopak
  • Kontras IV (IVP) → garis bentuk ginjal dan saluran kemih
  • Sistouretrogram tanpa kontras →dx reflux vesikuloureteral
  • Angiografi ginjal →kontras radioopak lewat kateter a. Femoralis

BIOPSI
  • Diagnosis histologi → membutuhkan biopsi ginjal
  • Biopsi perkutaneus dilakukan dengan jarum pemotong melalui punggung dengan bantuan ultrasonik

REFERENSI
  • Price, Wilson (2005), Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC, edisi 6

PATOFISIOLOGI DARAH 2



PATOFISIOLOGI DARAH 2

LEUKOSIT
  • Fungsi utama leukosit pertahanan melawan infeksi
  • Macam leukosit: granulosit (neutrofil, eosinofil dan basofil), agranulosit (limfosit dan monosit)
  • Leukositosis: jumlah lekosit lebih dari normal (>10.000/mm3)
  • Leukopenia: jumlah leukosit kurang dari normal (<5.000/mm3) 

GANGGUAN LEUKOSIT

LEUKEMIA
  • Leukemia → penyakit neoplastik sumsum tulang (proliferasi lekopetik) 
  • Tanda: diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoitik (sel limfoblast) di sumsum tulang 
Klasifikasi berdasarkan FAB (French-American-British)
  • Leukemia Limfoblastik akut (banyak pada anak) 
  • Leukemia Mieloblastik akut (banyak pada dewasa) 

ETIOLOGI LEUKEMIA
  • Penyebab dasar tidak diketahui 
  • Jarang familial (meningkat pada saudara kandung) 
  • Radiasi 
  • Zat kimia (benzen, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon, agen antineoplastik) 

LEUKEMIA AKUT
  • Proliferasi sistem lekopetik → 
  • Mendesak sistem eritropetik →anemia 
  • Mendesak trombopetik → trombopeni 
  • Gejala:lemah, demam, anoreksia, nyeri pada sendi 
  • Tanda: pucat, purpura, splenomegali, hepatomegali, limfadenopati 
Gejala klinis:
  • Penurunan sel hematopoitik (granulosit dan trombosit) Infeksi (selulitis, pneumonia, infeksi oral, abses perirektal, septikemia) dan perdarahan 
  • Menggigil, demam, takikardi, takipnea Pengobatan: kemoterapi, transplantasi sumsum tulang 
  • Leukemia Granulositik Kronik (LGK) atau Leukemia Mielositik Kronik (LMK) → 15% pada dewasa Gangguan mieloproliferatif (mieloblast) sumsum tulang
  • Kromosom Philadelphia (Ph) → merupakan contoh perubahan sitogenetik pada 85% pasien leukemia mieloid kronik, leukemia limfoid atau mielositik akut 

LEUKEMIA KRONIK
  • Gejala: hipermetabolik: kelelahan, penurunan BB, tidak tahan panas, splenomegali, anemia, takikardia, pucat, nafas pendek 
  • Pengobatan: kemoterapi, transplatasi sumsum tulang

LIMFOMA
  • Limfoma → keganasan sistem limfatik 
  • Penyebab: tidak diketahui, imunodefisiensi, terpapar herbisida, pestisida, pelarut organik (benzen) 
  • Berdasarkan histopatologi mikroskopik dan kelenjar limfe yang terserang dibedakan: limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin 

STADIUM LIMFOMA HODGKIN
  1. Stadium 1: mengenai satu regio kelenjar limfe 
  2. Stadium 2: mengenai dua atau lebih kelenjar limfe berdekatan atau 2 kel limfe berjauhan 
  3. Stadium 3: mengenai diatas dan dibawah diafragma, tetapi masih terbatas pada kel limfe 
  4. Stadium 4: keterlibatan difus organ ekstralimfatik (sumsum tulang, hati)

LIMFOMA HODGKIN
  • Penyebab: belum diketahui
  • Gambaran histologis: sel Reed Sternberg yang merupakan sel berinti dua atau lebih nukleoli besar (ciri khas limfoma Hodgkin)
  • Gejala: pembesaran kel limfe (servikal dan supraclavikular) teraba seperti karet, tidak nyeri tekan, batuk kering, nafas pendek, demam, keringat malam, anoreksia, kakeksia, kelelahan Pengobatan: kemoterapi 

LIMFOMA NON HODGKIN
  • 70% → berasal dari sel B
  • Gejala: demam, penurunan BB, keringat malam, limfadenopati difus tanpa sakit, efusi pleura, anoreksi, mual, hematemesis 
  • Pengobatan: kemoterapi 

MULTIPLE MIELOMA
  • Multiple mieloma: neoplastik sel plasma 
  • Manifestasinya adalah proliferasi sel plasma imatur dan matur dalam sumsum tulang 
  • Penyebab: tidak diketahui 
  • Gambaran diagnosa: >10% sel plasma di sumsum tulang
  • Sel plasma dalam tulang atau biopsi jaringan lunak
  • Adanya protein mieloma pada imunoelektroforesis urine atau plasma
  • Adanya lesi tulang pada radiogram rangka
  • Hapusan perifer ditemukan sel mieloma
Gejala:
  • Tumor atau asimtomatis, anemia, hiperkalsemia
  • Peningkatan globulin abnormal → gangguan penglihatan, sakit kepala, mengantuk, mudah marah, kebingungan
  • Perdarahan, nyeri tulang (destruksi dan faktur patologis)
  • Pengobatan: kemoterapi


HEMOSTASIS
  • Hemostasis dan koagulasi adalah serangkaian komplek reaksi yang menyebabkan pengendalian perdarahan melalui pembentukan trombosit dan bekuan fibrin pada tempat cidera
  • Bekuan diikuti oleh resolusi (lisis bekuan) dan regenerasi endotel


FAKTOR PEMBEKUAN
  • I →Fibrinogen
  • II → protrombin
  • III → Tromboplastin
  • IV → kalsium
  • V → Akselerator plasma globulin
  • VII → Akselerator konversi proteombin serum
  • VIII → Globulin anti hemolitik
  • IX → Faktor Christmas
  • X → Faktor Stuart Prower
  • XI → Pendahulu Tromboplastin Plasma
  • XII → Faktor Hageman
  • XIII → Faktor Penstabil Fibrin


  • Faktor pembekuan, kecuali faktor III (tromboplastin jaringan) dan faktor IV (Calsium) → merupakan protein plasma yang berada dalam sirkulasi
  • Tromboplastin jaringan (Faktor III) → dilepas oleh pembuluh darah yang cedera → disebut Faktor Ekstrinsik
  • Faktor Instrinsik → faktor pembekuan yang ada dalam plasma darah


HEMOSTASIS
  • Hemostasis dan koagulasi melindungi individu dari perdarahan masif akibat trauma
  • Pada keadaan abnormal, dapat terjadi perdarahan yang mengancam jiwa atau trombosis yang menyumbat cabang pembuluh darah

  • Pada saat cedera, tiga proses utama yang menyebabkan hemostasis adalah:
  • Vasokonstriksi sementara
  • Reaksi trombosit yang terdiri atas adhesi, reaksi pelepasan, dan agregasi trombosit
  • Aktivasi faktor pembekuan

  • Koagulasi dimulai dalam keadaan homeostatik oleh cedera vaskuler
  • Vasokontriksi merupakan respon segera terhadap cedera, diikuti dengan adhesi trombosit pada kolagen didalam dinding pembuluh darah yang cedera
  • ADP (agregasi adenosin difosfat) dilepas oleh trombosit yang menyebabkan agregasi
  • Trombin merangsang agregasi trombosit
  • Faktor III trombosit juga mempercepat pembekuan plasma


BAGAN FASE KOAGULASI



HEMOSTASIS
  • Setelah pembentukan bekuan, penghentian pembekuan darah lebih lanjut penting untuk menghindari keadaan trombotik yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh pembentukan bekuan sistemik yang berlebihan
  • Antikoagulan yang terdapat secara alami adalah antitrombin III (ko-faktor heparin), protein C dan S

  • Sistem fibrinolitik diaktivasi oleh trombin yang ada didalam sirkulasi, yang memecah fibrinogen menjadi monomer fibrin
  • Aktivasi trombin yang berlebihan mengakibatkan berkurangnya fibrinogen, trombositopenia, berkurangnya faktor koagulasi, dan fibrinolisis


HEMOFILIA
  • Hemofilia → gangguan koagulasi herediter → berepisode sebagai perdarahan intermiten
  • Hemofilia → akibat mutasi gen faktor VIII (Hemofili A) atau faktor IX (Hemofili B) → kedua gen terletak di kromosom X → gangguan resesif terkait X
  • Pengobatan: meningkatkan faktor VIII atau IX dan mencegah komplikasi


PENYAKIT VON WILLEBRAND
  • Penyakit Von Willebrand → gangguan koagulasi herediter (autosomal resesif)
  • Terjadi penurunan Faktor VIII
  • Pengobatan: meningkatkan faktor VIII


DIC (DISEMINATA INTRAVASKULER COAGULATION)
  • DIC → merupakan sindrom kompleks, dimana plasma darah yang harusnya cair berubah jadi bekuan akibat terbentuknya trombi fibrin difus, yang menyumbat mikrovaskuler tubuh
  • DIC disebabkan masuknya aktivator koagulasi (tromboplastin) kedalam sirkulasi: solusio plasenta, tumor, luka bakar, cedera remuk
  • Pengobatan: Heparin (antikoagolan)


REFERENSI
  • Price, Wilson (2005), Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC, edisi 6

PATOFISIOLOGI DARAH 1

PATOFISIOLOGI DARAH 1

DARAH
  • Darah merupakan CES, sebagai medium pertukaran zat antar sel didalam tubuh dan lingkungan interna
  • Darah terdiri komponen sel dan cairan
  • Cairan darah disebut plasma terdiri 91% air dan 9% zat padat
  • Fungsi plasma sebagai medium transport

KOMPONEN PLASMA DARAH
  • Protein: albumin, globulin,
  • Faktor pembekuan: fibrinogen, trombin
  • Enzim, hormon
  • Unsur organik: lemak netral, fosfolipid, kolesterol, glukosa
  • Unsur anorganik: mineral

KOMPONEN SEL DARAH
  1. Eritrosit: transport O2 dan CO2
  2. Leukosit: imunitas (fagositosis)
  3. Trombosit: hemostasis (pembekuan)

HEMATOPOIESIS
  • Hematopoiesis: proses pembentukan dan pematangan sel darah
  • Induk sel darah: sel pluripoten
  • Proeritroblas → calon eritosit
  • Megakarioblast → calon trombosit
  • Monoblas → calon monosit
  • Meiloblas → calon lekosit bergranula (neutrofil, basofil, eosinofil)
  • Limfoblas → calon leukosit B dan T
  • Sel pluripoten → proeritroblas → normoblas basofilik → normoblas polikromatofilik → normoblas ortokromatik → retikulosit →eritrosit
  • Sel pluripoten → megakarioblas → promegakariosit →megakariosit → trombosit
  • Sel pluripoten → promonosit → monosit
  • Sel pluripoten → meioblas → promeilosit → pecah jadi 3 macam sel
  • Promeilosit → meilosit eosinofilik → eosinofil
  • Promeilosit → meilosit neutrofilik → metameilosit neutrofilik →neutrofil batang → neutrofil segmen
  • Promeilosit → meilosit basofilik → basofil
  • Sel pluripoten → limfoblas → prolimfosit → pecah jadi 2 macam sel
  • Prolimfosit → bursa ekuivalen → limfosit B → sel plasma
  • Prolimfosit → timus → limfosit T

PEMERIKSAAN DARAH
Hitung sel darah
  • Eritrosit: 3,6 –5,4 juta /mm3. (polisitemia → diatas normal, anemia → dibawah normal)
  • Leukosit: 5.000 – 10.000 /mm3, (lekositosis → diatas normal, lekositopenia →dibawah normal)
  • Trombosit: 150.000 – 350.000 /mm3 (trombositosis → diatas normal, trombositopenia →dibawah normal)

MORFOLOGI SEL DARAH
  • Anisositosis → menyatakan variasi ukuran sel yang abnormal
  • Poikilositosis → variasi bentuk sel yang abnormal
  • Polikromasia → eritrosit yang memiliki distribusi warna yang berbeda
  • Normokromia → warna normal, mencerminkan kadar Hb yang normal dalam eritrosit
  • Hipokromia → warna pucat, anemia

HEMOGLOBIN
  • Zat warna darah (dalam eritrosit)
  • Jumlah normal laki-laki : 13,5 – 17,5 g/dl, sedang pada wanita : 12 – 16 g/dl
  • Jumlah kurang dari normal: anemia
Macam hemoglobin:
  1. HbA: hemoglobin dewasa normal
  2. HbF: hemoglobin fetal
  3. HbS: hemoglobin sel sabit
  4. Hb: hemoglobin Memphis

PEMERIKSAAN DARAH
  • Hematokrit / volume packed sel: volume darah lengkap yang terdiri dari eritrosit
  • Normositik: ukuran sel normal
  • Mikrositik: ukuran sel kecil
  • Makrositik: ukuran sel besar
  • Hitung retikulosit: mencerminkan aktifitas sumsum tulang
  • Retikulosit: eritrosit imatur
  • Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang: untuk memperkirakan dosis kemoterapi dan terapi radiasi pada penderita keganasan hematologik
  • Analisis sitogenetik perlu untuk diagnosis, pengobatan, respon pengobatan dan potensi remisi (penyembuhan)

ERITROSIT
  • Bentuk lempeng bikonkaf, tidak berinti, dilapisi membran tipis.
  • Jumlah normal eritrosit : 3,6 –5,4 juta /mikro liter.
  • Produksi eritrosit dirangsang oleh hormon glikoprotein, eritropoitin (dibuat ginjal)
  • Umur eritrosit kira-kira 120 hari

GANGGUAN ERITROSIT
  • Anemia: jumlah kurang dari normal
  • Polisitemia: jumlah eritrosit yang terlalu banyak
  • Anemia bukan diagnosa, tetapi cerminan perubahan patofisiologik
  • Gejala anemia: pucat, tachikardi, bising jantung, angina, iskemia miokard, dispnea, kelelahan

MACAM ANEMIA (KLASIFIKASI MORFOLOGIK)
  • Anemia normokromik normositik → warna normal (Hb), bentuk normal
  • Causa: kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronis (infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum tulang, metastase pd sumsum tulang)
  • Anemia normokromik makrositik → warna normal (Hb), bentuk besar
  • Penyebab : defisiensi vit B12, asam folat, kemoterapi kanker
  • Anemia hipokromik mikrositik: warna kurang (Hb), bentuk kecil
  • Causa: defisiensi besi, sideroblastik (siderosit: eritosit muda pada sumsum tulang), kehilangan darah banyak, thalasemia (gangguan sintesa globin)
  • Peningkatan hilangnya eritrosit
  1. Perdarahan → trauma, ulkus, polip, keganasan, hemoroid, menstruasi
  2. Penghancuran eritrosit (hemolisis) → anemia sel sabit, thalasemia (gangguan sintesis globin), sferositosis (gangguan membran eritrosit), defisiensi enzim (G6PD, piruvatkinase), transfusi, malaria, hipersplenisme, luka bakar, katup jantung buatan
  • Gangguan produksi eritrosit (diseritropoiesis)
  1. Keganasan: metatastik, leukemia, limfoma, meiloma multiple, reaksi obat, zat kimia toksik, radiasi
  2. Penyakit kronis: ginjal, hati, infeksi, defisiensi endokrin, defisiensi vit B12, asam folat, vit C, besi

ANEMIA APLASTIK
  • Anemia aplastik → gangguan pada sel induk di sumsum tulang, produksi sel-nya tidak mencukupi
  • Mengancam jiwa
  • Causa: kongenital, idiopatik, virus
  • Pansitopenia
  • Eritrosit normokromik normositik

Gejala:
  • Anemia: lelah, lemah, nafas pendek
  • Trombositopenia: ekimosis dan petekie (perdarahan dibawah kulit), epistaksis (mimisan), perdarahan saluran cerna, kemih dan kelamin, sistem saraf
  • Lekopenia: kerentanan dan keparahan infeksi (bakteri, virus dan jamur)
Pengobatan:
  • Transplantasi sumsum tulang

ANEMIA DEFISIENSI BESI
  • Morfologis: mikrositik hipokromik
  • Causa: menstruasi, hamil, asupan besi kurang, vegetarian, gangguan absorbsi (gastrektomi), perdarahan (polip, neoplasma, gastritis, varises esofagus, hemoroid)
  • Gejala: anemi, rambut halus dan rapuh, kuku tipis, rata, mudah patah dan berbentuk seperti sendok (koilonikia), atropi papila lidah, stomatitis
  • Pengobatan: asupan besi, menghilangkan causa

ANEMIA MEGALOBLASTIK
  • Morfologis: makrositik normokromik
  • Causa: defisiensi vitamin B12, asam folat, malnutrisi, malabsorbsi, infeksi parasit (cacing), penyakit usus, keganasan
  • Sumber asam folat: daging, hati, sayuran hijau
  • Gejala: anemia, glositis (lidah meradang dan nyeri), diare, anoreksia
  • Pengobatan: asupan asam folat

ANEMIA SEL SABIT
  • Causa: hemoglobinopati (kelainan struktur) → penyakit genetik autosom resesif
  • Anemia hemolitik kongenital
  • Gejala: anemia, infark (penyumbatan),daktilitis (radang tangan, kaki), takikardi, bising, kardiomegali, dekom kordis, stroke, icterus, kolelitiasis
  • Pengobatan: pencegahan dan simtomatis

POLISITEMIA
  • Polisitemia → kelebihan eritrosit
  • Polisitemia primer atau vera adalah gangguan meiloproliferatif → yaitu sel induk pluripoten abnormal
  • Polisitemia skunder terjadi jika volume plasma di dalam sirkulasi berkurang (mengalami hemokonsentrasi) tetapi volume total eritrosit didalam sirkulasi normal

REFERENSI
  • Price, Wilson (2005), Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC, edisi 6

1 komentar:

  1. Mari bergabung bersama S128Cash Bandar Betting Online Indonesia Terpercaya yang menyediakan permainan-permianan terbaik, seperti :
    - Sportsbook
    - Live Casino
    - Sabung Ayam Online
    - IDN Poker
    - Slot Games Online
    - Tembak Ikan Online
    - Klik4D

    Kelebihan S128Cash :
    - 100% Aman dan Terpercaya
    - Pelayanan 24 Jam / 7 Hari NONSTOP dan sudah pastiyna dilayani CS yang PROFESIONAL
    - Kepercayaan dan kepuasan member selalu di utamakan
    - Untuk pendaftaran FREE, MUDAH dan CEPAT !!
    - Menyediakan semua bank local INDONESIA (TRANSAKSI 24 JAM, TIDAK ADA JAM OFFLINE)
    - Menyediakan deposit via PULSA, OVO dan GOPAY
    - Proses semua transaksi DEPOSIT & WITHDRAW hanya butuh kurang dari 2 menit.

    Disini juga menyediakan beberapa BONUS yang bertujuan untuk membuat Anda bermain lebih nyaman, yaitu :
    - BONUS NEW MEMBER 10%
    - BONUS DEPOSIT SETIAP HARI 5%
    - BONUS CASHBACK 10%
    - BONUS FREEBET 200rB
    - BONUS 7x KEMENANGAN BERUNTUN !!

    Ditunggu kedatangan Anda ya, informasi lebih lanjut bisa hubungi kami :
    - Livechat : Live Chat Judi Online
    - WhatsApp : 081910053031

    Link Alternatif :
    - http://www.s128cash.biz

    Judi Bola

    Judi Bola Indonesia

    BalasHapus